Penulis : Saadillah Mursyid
Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Tepatnya di wilayah Kecamatan Loksado. siapa yang tak mengenal pesona alamnya yang masih asri, rindang dan sejuk. Air Terjun Haratai, Riam Hanai, Rampah Menjangan dan bamboo rafting-nya. Tentulah pelancong baik dari Kalimantan Selatan maupun nasional dan internasional juga mengenal Loksado. Lantas, siapa yang menyangka saat kita menaiki rakit dari paring (bambu) dari Loksado hingga Lumpangi tentulah melewati jembatan ayun yang merupakan akses satu-satunya untuk menuju alkah pemakaman para Habaib zuriyat Rasulullah saw. yang berada di bawah Bukit Langara yang lebih dikenal dengan Pemakaman Habib Lumpangi. Di sanalah terdapat kubah utama yang apabila masuk lokasi pemakaman Habib Lumpangi langsung berjumpa dengan Kubah Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf. Berikut penulis akan mengulas sedikit riwayat beliau.
Biografi Habib Abu Bakar Assegaf
Sayyid Abu Bakar bin Habib Hasan bin Hasyim bin Muhammad Assegaf atau yang lebih
di kenal dengan nama Habib Lumpangi adalah salah satu ulama berpengaruh dalam
penyebaran agama Islam di Hulu Sungai Selatan. Nama Habib Lumpangi diperoleh
karena beliau mensyi’arkan, menyebarkan, dan mengajarkan agama Islam atau berdakwah
di Lumpangi, tepatnya di KM.21 kampung Pantai
Ulin (dulu Balai Ulin), desa Lumpangi, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai
Selatan.
Kubah Habib Abu Bakar Assegaf |
Menurut cerita tetuha masyarakat setempat,
kakek-kakek mereka sempat hidup sezaman dengan Sayyid Abu Bakar
tersebut, ketika warga Kampung Hamawang banyak yang menghindar dari
kesewenangan penjajah Belanda dan memilih menetap menjadi orang gunung di
Kampung Lumpangi. Disebutkan bahwa perawakan beliau tinggi besar dan memiliki
janggut yang panjang sampai ke dada.
Beliau adalah
keturunan Habib zuriyat Rasulullah dengan marga
Assegaf yang berasal dari Hadramaut, Yaman, Yordania yang berhijrah ke
Lumpangi. Assegaf adalah salah satu fam atau marga dari keturunan Rasulullah saw. melalui jalur Sayyidina Husein AS. Assegaf, dalam arti bahasa arab adalah 'atap' yg bermaksut atapnya
para wali, atapnya para fam/marga, karena auliya' terbanyak, termashur, dan
terkemuka dari assegaf, fam/marga lain terbanyak pecahan assegaf, Pendahulu-nya
yaitu Habib Abdurrahman bin Muhammad Assegaf yang mana juga dijuluki Muhammad faqih al-muqaddam tsani.
Sayyid Abu
Bakar bin Hasan Assegaf adalah seorang yang alim lagi berpengaruh di Hulu
Sungai Selatan. Beliau menuntut ilmu agama dan ilmu lainnya dari guru beliau
yaitu ayah dan kakeknya sendiri yang bernama Habib Hasan dan Habib Husin
rahimahullah.
Sayyid Abu Bakar bin Hasan Assegaf hidup di paroh akhir abad
ke-18 M. Menurut angka tahun di nisan beliau, tercatat wafat pada tahun 1902 M dalam usia dewasa.. Beliau bermakam di Alkah Balai Ulin Desa
Lumpangi Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan (masuk gang samping masjid Jannatul Anwar sekitar
300m).
Menurut folklor setempat, pembawa agama Islam yang pertama di wilayah
pegunungan meratus adalah Habib Idrus bin Hasyim bin Muhammad Assegaf beserta
saudaranya yang bernama Habib Hasan bin Hasyim bin Muhammad Assegaf yang
sekarang bermakam di Desa Taniran Kubah 500 meter dari makam Syaikh Tuan Guru
Haji Muhammad Thaib atau Datu Taniran.
Para zuriat Rasulullah saw. tersebut konon berasal dari Hadramaut, dan
menginjakkan kaki pertama di Bandarmasih (nama lama Kota Banjarmasin). Setelah sempat beberapa waktu menetap dan
memperistri seorang warga di kota Bandar
itu yang melahirkan seorang putra bernama Habib Ali bin Idrus Assegaf, Habib
Idrus beserta keluarga tersebut kemudian berpindah ke wilayah Banua Anam,
tepatnya ke kampung Lumpangi. Konon, perjalanan ke kampung tersebut pada waktu
itu ditempuh hanya dengan berjalan kaki dari kota Bandarmasih.
Haul Sayyid Abu Bakar
bin Hasan bin Hasyim Assegaf biasa dilaksanakan oleh ahlul bait beliau pada
tanggal 17 Dzulhijjah di kubah beliau.
Sayyid Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf
adalah ulama dengan mazhab Syafi’I yang mempunyai tariqat atau berkidahkan
Ahlussunah wal Jama’ah. Beliau sangatlah antusias dalam penyebaran agama Islam
di wilayah pegunungan Meratus bersama ayah dan paman beliau. Diantara desa-desa
jamahan beliau dalam penyebaran agama Islam adalah Halunuk, Panggungan,
Malinau, Muara Hatip, Tanuhi, Hulu Banyu hingga pelosok Loksado.
Sayyid Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim
Assegaf memiliki
gambaran jama’ah dakwah yang mirip dengan wali songo
di Tanah Jawa. Di kampung Lumpangi kala itu masih berupa kehidupan Balai, yaitu
Balai Ulin; dan di sana terdapat tokoh yang disebut penghulu Balai yang
terkenal dengan kemampuannya mengobati orang sakit. Ternyata, kemampuan medis
habib yang baru datang ke wilayah itu lebih tinggi darinya, sehingga warga
Balai sangat terkesima dan akhirnya mau menerima Islam. Bahkan, disebutkan
bahwa di antara tokoh habib itu ada yang menikahi puteri penghulu Balai Ulin.
Sedangkan warga Balai yang enggan menerima Islam akhirnya menyingkir sampai ke
kampung Tanuhi sekarang, meskipun akhirnya terus didatangi oleh para habib
sampai beroleh kesepakatan bahwa Tanuhi merupakan batas wilayah Islam, karena
warga Balai yang tetap dengan agama leluhurnya semakin menyingkir ke kampung
Loksado.
Sayyid Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf
dalam berdakwah tidak sama sekali menggunkan cara kekerasan. Beliau berdakwah
dengan cara lemah lembut dan santun yang mana mencerminkan akhlak Rasulullah
saw. Menjadikan Islam mudah diterima oleh masyarakat pegunungan Meratus.
Setelah sekian lama berdakwah dengan sabar dan perlahan tapi pasti, semakin
banyak warga masayarakat setempat yang dulunya tidak beragama (atheis) dan
Kaharingan memeluk agama Islam.
Kampung Lumpangi pun berkembang pesat, dan setelah berhasil
beradaptasi dengan masyarakat sekitar, beliau memulai berdakwah secara lisan di
kalangan warga mengenai akhlak dan amaliyah serta ajaran lainnya. Setelah
diterima dengan baik oleh warga Lumpangi, mereka pun bersemangat untuk
mempelajari agama Islam. Sedangkan rumah yang dipergunakan tempat mengajar dan
berdakwah di Kampung tersebut yang semula hanya dihadiri oleh beberapa orang
saja lama kelamaan menjadi penuh, karena warga setempat makin bertambah yang menerima
Islam. Kemudian, dibangunlah mesjid dengan konstruksi yang sangat sederhana,
yaitu bertiangkan kayu Sungkai, berdinding Kajang, dan beratapkan rumbia.
Mesjid inilah yang kemudian dikenal bernama Jannatul Anwar.
Menurut pendapat masyarakat setempat warga
yang mengikuti pengajiannya tak hanya dari Loksado tetapi juga dari daerah lain
seperti Kandangan , Barabai, Nagara, Amuntai dan berbagai daerah lainnya.
Peninggalan Habib Abu Bakar Assegaf
Sayyid Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf pada masa beliau tinggal di Batu Tangah
(tidak jauh dari Pantai Ulin) sempat memperistri seorang wanita (yang sampai
sekarang masih belum penulis dapati namanya). Dan mempunyai dua orang anak,
yaitu Habib Husin dan Habib Ahmad. Keturunan-keturunan beliau sampai sekarang
tersebar di Hulu Sungai Selatan diantaranya di Taniran, Kandangan Hulu, Biluy,
Muara Banta, dan yang paling banyak di Telaga Bidadari, Kecamatan Sungai Raya.
Diantara nama-nama keturunan beliau yang sampai sekarang masih hidup adalah
Habib Aziz (Muara Banta), Habib Yahya (Telaga Bidadari), Habib Yadi (Muara
Hatip).
Mesjid Jannatul Anwar Lumpangi |
Sayyid Abu Bakar bin Hasan Assegaf tidak
diketahui apakah memiliki peninggalan-peninggalan tertulis. Hanya yang nampak
dapat kita temui adalah Mesjid Jannatul Anwar yang bertempat di Jalan Brigjend
H. Hasan Basry Desa Lumpangi (simpang tiga arah Batu Licin). Mesjid tersebut
merupakan satu-satunya peninggalan beliau yang dibuat pada masa beliau
berdakwah di Lumpangi bersama dengan ayah dan paman beliau.
Adapun karamah yang dimiliki Sayyid Abu Bakar
bin Hasan Assegaf menurut penuturan Habib Aziz, pada zaman penjajahan Belanda
baru datang di Kandangan yang berniat untuk mengusir beliau, Belanda mengajak
beliau untuk beradu ilmu dengan perjanjian apabila Habib Abu Bakar kalah harus
pergi dari tanah Kalimantan atau kembali ke Hadramaut. Habib Abu Bakar menerima
tantangan tersebut dan apabila Beland yang kalah maka pihak Belandalah yang
pergi dari tanah Loksado dan jangan mengganggu dakwah beliau. Pihak Belanda
menyetujui dan bertanya kepada Habib Abu Bakar, “Ikan apa yang sekarang berada
dan ramai di Belanda?”. Habib Abu Bakar kemudian memetik buah nyiur (buah
kelapa) dan membelah buah nyiur tersebut. Maka muncullah seekor ikan dari dalam
buah nyiur tersebut yang dimaksud orang Belanda. Sesuai dengan perjanjian maka
pihak Belanda mundur dan menjauh dari wilayah dakwah Habib Abu Bakar.
Pernah juga terjadi setelah wafatnya Habib
Abu Bakar sebagian prajurit pahlawan Bumi Pahuluan melarikan diri ke kubah
Habib Abu Bakar saat dikejar Belanda. Karena menurut kepercayaan oranng-orang
tersebut Habib Abu Bakar dapat menolongnya wlaupun sudah wafat. Kepercayaan
merekapun akhirnya terbukti, saat mereka ditempaki oleh Belanda taka ada satu
pelurupun yang mengenai mereka.
Sumber
:
Wawancara
biografi Habib Abu Bakar Assegaf dengan
Habib Aziz di rumah beliau, Perumnas Muara Banta Kandangan
Ahmad Harisudin. “Islam Loksado dan Sayyid Abu
Bakr bin Hasan Assegaf”.
https://banjarhulu.wordpress.com/2011/02/20/islam-loksado-dan-sayyid-abu-bakr-bin-hasan-assegaf/.
Tim wawancara:
- Sanderi
- Rahmat Hidayat