Pages

Labels

Diberdayakan oleh Blogger.

Categories

Kamis, 03 Agustus 2017

Riwayat Singkat Habib Lumpangi - Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf


Penulis : Saadillah Mursyid


Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Tepatnya di wilayah Kecamatan Loksado. siapa yang tak mengenal pesona alamnya yang masih asri, rindang dan sejuk. Air Terjun Haratai, Riam Hanai, Rampah Menjangan dan bamboo rafting-nya. Tentulah pelancong baik dari Kalimantan Selatan maupun nasional dan internasional juga mengenal Loksado. Lantas, siapa yang menyangka saat kita menaiki rakit dari paring (bambu) dari Loksado hingga Lumpangi tentulah melewati jembatan ayun yang merupakan akses satu-satunya untuk menuju alkah pemakaman para Habaib zuriyat Rasulullah saw. yang berada di bawah Bukit Langara yang lebih dikenal dengan Pemakaman Habib Lumpangi. Di sanalah terdapat kubah utama yang apabila masuk lokasi pemakaman Habib Lumpangi langsung berjumpa dengan Kubah Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf. Berikut penulis akan mengulas sedikit riwayat beliau.

Biografi Habib Abu Bakar Assegaf
Sayyid Abu Bakar bin Habib Hasan bin Hasyim bin Muhammad Assegaf atau yang lebih di kenal dengan nama Habib Lumpangi adalah salah satu ulama berpengaruh dalam penyebaran agama Islam di Hulu Sungai Selatan. Nama Habib Lumpangi diperoleh karena beliau mensyi’arkan, menyebarkan, dan mengajarkan agama Islam atau berdakwah di Lumpangi, tepatnya di KM.21 kampung Pantai Ulin (dulu Balai Ulin), desa Lumpangi, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

Kubah Habib Abu Bakar Assegaf
Menurut cerita tetuha masyarakat setempat, kakek-kakek mereka sempat hidup sezaman dengan Sayyid Abu Bakar tersebut, ketika warga Kampung Hamawang banyak yang menghindar dari kesewenangan penjajah Belanda dan memilih menetap menjadi orang gunung di Kampung Lumpangi. Disebutkan bahwa perawakan beliau tinggi besar dan memiliki janggut yang panjang sampai ke dada.

Beliau adalah keturunan Habib zuriyat Rasulullah dengan marga Assegaf yang berasal dari Hadramaut, Yaman, Yordania yang berhijrah ke Lumpangi. Assegaf adalah salah satu fam atau marga dari keturunan Rasulullah saw. melalui jalur Sayyidina Husein AS.  Assegaf, dalam arti bahasa arab adalah 'atap' yg bermaksut atapnya para wali, atapnya para fam/marga, karena auliya' terbanyak, termashur, dan terkemuka dari assegaf, fam/marga lain terbanyak pecahan assegaf, Pendahulu-nya yaitu Habib Abdurrahman bin Muhammad Assegaf yang mana juga dijuluki Muhammad faqih al-muqaddam tsani.

Sayyid Abu Bakar bin Hasan Assegaf adalah seorang yang alim lagi berpengaruh di Hulu Sungai Selatan. Beliau menuntut ilmu agama dan ilmu lainnya dari guru beliau yaitu ayah dan kakeknya sendiri yang bernama Habib Hasan dan Habib Husin rahimahullah.

Sayyid Abu Bakar bin Hasan Assegaf hidup di paroh akhir abad ke-18 M. Menurut angka tahun di nisan beliau, tercatat wafat pada tahun 1902 M dalam usia dewasa.. Beliau bermakam di Alkah Balai Ulin Desa Lumpangi Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan (masuk gang samping masjid Jannatul Anwar sekitar 300m). Menurut folklor setempat, pembawa agama Islam yang pertama di wilayah pegunungan meratus adalah Habib Idrus bin Hasyim bin Muhammad Assegaf beserta saudaranya yang bernama Habib Hasan bin Hasyim bin Muhammad Assegaf yang sekarang bermakam di Desa Taniran Kubah 500 meter dari makam Syaikh Tuan Guru Haji Muhammad Thaib atau Datu Taniran.

Para zuriat Rasulullah saw. tersebut konon berasal dari Hadramaut, dan menginjakkan kaki pertama di Bandarmasih (nama lama Kota Banjarmasin). Setelah sempat beberapa waktu menetap dan memperistri seorang warga di kota Bandar itu yang melahirkan seorang putra bernama Habib Ali bin Idrus Assegaf, Habib Idrus beserta keluarga tersebut kemudian berpindah ke wilayah Banua Anam, tepatnya ke kampung Lumpangi. Konon, perjalanan ke kampung tersebut pada waktu itu ditempuh hanya dengan berjalan kaki dari kota Bandarmasih.

Haul Sayyid Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf biasa dilaksanakan oleh ahlul bait beliau pada tanggal 17 Dzulhijjah di kubah beliau.

Pemikiran dan Kiprah Habib Abu Bakar Assegaf
Sayyid Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf adalah ulama dengan mazhab Syafi’I yang mempunyai tariqat atau berkidahkan Ahlussunah wal Jama’ah. Beliau sangatlah antusias dalam penyebaran agama Islam di wilayah pegunungan Meratus bersama ayah dan paman beliau. Diantara desa-desa jamahan beliau dalam penyebaran agama Islam adalah Halunuk, Panggungan, Malinau, Muara Hatip, Tanuhi, Hulu Banyu hingga pelosok Loksado.

Sayyid Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf  memiliki gambaran jama’ah dakwah yang mirip dengan wali songo di Tanah Jawa. Di kampung Lumpangi kala itu masih berupa kehidupan Balai, yaitu Balai Ulin; dan di sana terdapat tokoh yang disebut penghulu Balai yang terkenal dengan kemampuannya mengobati orang sakit. Ternyata, kemampuan medis habib yang baru datang ke wilayah itu lebih tinggi darinya, sehingga warga Balai sangat terkesima dan akhirnya mau menerima Islam. Bahkan, disebutkan bahwa di antara tokoh habib itu ada yang menikahi puteri penghulu Balai Ulin. Sedangkan warga Balai yang enggan menerima Islam akhirnya menyingkir sampai ke kampung Tanuhi sekarang, meskipun akhirnya terus didatangi oleh para habib sampai beroleh kesepakatan bahwa Tanuhi merupakan batas wilayah Islam, karena warga Balai yang tetap dengan agama leluhurnya semakin menyingkir ke kampung Loksado.

Sayyid Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dalam berdakwah tidak sama sekali menggunkan cara kekerasan. Beliau berdakwah dengan cara lemah lembut dan santun yang mana mencerminkan akhlak Rasulullah saw. Menjadikan Islam mudah diterima oleh masyarakat pegunungan Meratus. Setelah sekian lama berdakwah dengan sabar dan perlahan tapi pasti, semakin banyak warga masayarakat setempat yang dulunya tidak beragama (atheis) dan Kaharingan memeluk agama Islam.

Kampung Lumpangi pun berkembang pesat, dan setelah berhasil beradaptasi dengan masyarakat sekitar, beliau memulai berdakwah secara lisan di kalangan warga mengenai akhlak dan amaliyah serta ajaran lainnya. Setelah diterima dengan baik oleh warga Lumpangi, mereka pun bersemangat untuk mempelajari agama Islam. Sedangkan rumah yang dipergunakan tempat mengajar dan berdakwah di Kampung tersebut yang semula hanya dihadiri oleh beberapa orang saja lama kelamaan menjadi penuh, karena warga setempat makin bertambah yang menerima Islam. Kemudian, dibangunlah mesjid dengan konstruksi yang sangat sederhana, yaitu bertiangkan kayu Sungkai, berdinding Kajang, dan beratapkan rumbia. Mesjid inilah yang kemudian dikenal bernama Jannatul Anwar.

Menurut pendapat masyarakat setempat warga yang mengikuti pengajiannya tak hanya dari Loksado tetapi juga dari daerah lain seperti Kandangan , Barabai, Nagara, Amuntai dan berbagai daerah lainnya.


Peninggalan Habib Abu Bakar Assegaf
Sayyid Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf pada masa beliau tinggal di Batu Tangah (tidak jauh dari Pantai Ulin) sempat memperistri seorang wanita (yang sampai sekarang masih belum penulis dapati namanya). Dan mempunyai dua orang anak, yaitu Habib Husin dan Habib Ahmad. Keturunan-keturunan beliau sampai sekarang tersebar di Hulu Sungai Selatan diantaranya di Taniran, Kandangan Hulu, Biluy, Muara Banta, dan yang paling banyak di Telaga Bidadari, Kecamatan Sungai Raya. Diantara nama-nama keturunan beliau yang sampai sekarang masih hidup adalah Habib Aziz (Muara Banta), Habib Yahya (Telaga Bidadari), Habib Yadi (Muara Hatip).

Mesjid Jannatul Anwar Lumpangi
Sayyid Abu Bakar bin Hasan Assegaf tidak diketahui apakah memiliki peninggalan-peninggalan tertulis. Hanya yang nampak dapat kita temui adalah Mesjid Jannatul Anwar yang bertempat di Jalan Brigjend H. Hasan Basry Desa Lumpangi (simpang tiga arah Batu Licin). Mesjid tersebut merupakan satu-satunya peninggalan beliau yang dibuat pada masa beliau berdakwah di Lumpangi bersama dengan ayah dan paman beliau.

Adapun karamah yang dimiliki Sayyid Abu Bakar bin Hasan Assegaf menurut penuturan Habib Aziz, pada zaman penjajahan Belanda baru datang di Kandangan yang berniat untuk mengusir beliau, Belanda mengajak beliau untuk beradu ilmu dengan perjanjian apabila Habib Abu Bakar kalah harus pergi dari tanah Kalimantan atau kembali ke Hadramaut. Habib Abu Bakar menerima tantangan tersebut dan apabila Beland yang kalah maka pihak Belandalah yang pergi dari tanah Loksado dan jangan mengganggu dakwah beliau. Pihak Belanda menyetujui dan bertanya kepada Habib Abu Bakar, “Ikan apa yang sekarang berada dan ramai di Belanda?”. Habib Abu Bakar kemudian memetik buah nyiur (buah kelapa) dan membelah buah nyiur tersebut. Maka muncullah seekor ikan dari dalam buah nyiur tersebut yang dimaksud orang Belanda. Sesuai dengan perjanjian maka pihak Belanda mundur dan menjauh dari wilayah dakwah Habib Abu Bakar.

Pernah juga terjadi setelah wafatnya Habib Abu Bakar sebagian prajurit pahlawan Bumi Pahuluan melarikan diri ke kubah Habib Abu Bakar saat dikejar Belanda. Karena menurut kepercayaan oranng-orang tersebut Habib Abu Bakar dapat menolongnya wlaupun sudah wafat. Kepercayaan merekapun akhirnya terbukti, saat mereka ditempaki oleh Belanda taka ada satu pelurupun yang mengenai mereka.


Sumber :
Wawancara biografi Habib Abu Bakar Assegaf  dengan Habib Aziz di rumah beliau, Perumnas Muara Banta Kandangan
Ahmad Harisudin. “Islam Loksado dan Sayyid Abu Bakr bin Hasan Assegaf”.  https://banjarhulu.wordpress.com/2011/02/20/islam-loksado-dan-sayyid-abu-bakr-bin-hasan-assegaf/. 

Tim wawancara:
 - Sanderi
 - Rahmat Hidayat

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogroll

Note by Admin :

Syukran telah berkunjung.. Salam Ukhuwah Fillah.. ^o^