Hamuk Hantarakung merupakan salah satu peristiwa bersejarah di kampung
Hantarukung, Kalsel. Hantarukung, sebuah kampung kecil sekitar 7 km dari
Kandangan (Hulu Sungai Selatan, Kalsel). namun di kampung ini menyimpan
kisah heroik para pahlawan bangsa dalam menentang penjajahan Belanda di
masa abad ke-19. Walaupun tidak tercatat sebagai peristiwa nasional,
namun masyarakat lokal menganggap bahwa Hamuk Hantarukung merupakan
usaha rakyat Hulu Sungai Selatan (Kalsel) dalam mengusir penjajah
Belanda.
Gerakan penentangan ini dipimpin oleh Bukhari, seorang pahlawan dalam
upaya mencapai kemerdekaan. Bukhari (1850-1899). Beliau lahir di
Hantarukung dan wafat juga di Hantarukung pada tanggal 19 September 1899
di Hantarukung, Simpur, Hulu Sungai Selatan). Bukhari adalah salah
seorang pejuang Perang Banjar yang memimpin perlawanan rakyat yang
disebut Amuk Hantarukung yang terjadi di masa Sultan Muhammad Seman bin
Pangeran Antasari. Ayah Bukhari bernama Manggir dan ibu bernama Bariah
Bukhari semasa mudanya merantau ke Puruk Cahu (Kalimantan Tengah)
mengikuti pamannya Kasim yang menjadi panakawan dari Sultan Muhammad
Seman. Sejak itu Sultan pun menjadikan Bukhari sebagai panakawan.
Bukhari seorang yang setia mengabdikan dirinya. Ia orang yang
dipercaya sebagai pemayung Sultan. Ia dikenal di kalangan istana sebagai
seorang yang mempunyai ilmu kesaktian dan kekebalan. Bahkan tersiar
berita bahwa dengan ilmunya itu kalau ia tewas dapat hidup kembali. Ilmu
ini diajarkan kepada siapa yang menjadi pendukungnya. Adanya
kelebihan-kelebihan Bukhari tersebut, menyebabkan dia dan adiknya
bernama Santar mendapat tugas untuk menyusun dan memperkuat barisan
perlawanan rakyat terhadap Belanda di daerah Banua Lima, Kalimantan
Selatan.
Dengan membawa surat resmi dari Sultan Muhammad Seman, Bukhari dan
Santar kembali ke Hantarukung untuk menyusun suatu pemberontakan rakyat
terhadap pemerintah Belanda. Kedatangan Bukhari diterima hangat oleh
penduduk desa Hantarukung. Dengan bantuan Pangerak Yuya, Bukhari
berhasil mengorganisir kekuatan rakyat untuk melawan Belanda. Sebanyak
25 orang penduduk telah menyatakan diri sebagai pengikutnya, dan di
bawah pimpinan Bukhari dan Santar siap untuk melakukan perlawanan
terhadap kekuasaan Belanda. Gerakan Bukhari ini bahkan kemudian mendapat
dukungan selain penduduk Hantarukung, juga penduduk kampung Hamparaya
dan Ulin.
Perlawanan mula-mula dilakukan dengan tidak bersedia lagi melakukan
kerja rodi . Sikap penduduk dan tindakan Pangeran Yuya yang tidak mau
menurunkan penduduk untuk menggali parit antara Kandangan -Negara
tersebut, kemudian dilaporkan oleh Pambakal Imat kepada Kepala Distrik,
karena Kepala distrik tidak ada di tempat, Pambakal melaporkan kepada
Controleur Belanda di kota Kandangan.
Penguasa Belanda di Kandangan sangat marah mendengar berita itu pada
tanggal 18 September 1899 berangkatlah rombongan penguasa Belanda yang
terdiri dari Controleur Adsenarpont Domes dan Adspirant K. Wehonleschen
beserta 5 orang Indonesia (opas dan pambakal) yang setia kepada Belanda.
Dengan menaiki kereta kuda dan diikuti yang lainnya Controleur
Adsenerpont Domes ke desa Hantarukung menemui Pangerak Yuya. Pangerak
yang telah bekerja sama dengan Bukhari untuk melawan pemerintah Belanda
ini ketika dipanggil oleh Controleur keluar dari rumahnya dengan tombak
dan parang tanpa sarung. Setelah terjadi tanya jawab mengenai mengapa
penduduk tidak mengerjakan lagi gerakan menggali parit Kandangan-Negara,
tiba-tiba muncul ratusan penduduk di bawah pimpinan Bukhari dan Santar
sambil mengucapkan shalawat nabi maju ke arah Controleur dengan senjata
tombak, serapang dan lain-lainnya.
Dalam peristiwa itu telah terbunuh tuan Controleur Domes dan
Adspirant Wehonleshen serta seorang anaknya. Sementara 4 orang lainnya
dapat melarikan diri. Mereka itu antara lain opas Dalau dan Kiai Negara
(kepala Distrik Negara). Peristiwa tanggal 18 September 1899 ini
terkenal dengan Pemberontakan Amuk Hantarukung yang dipelopori oleh
Bukhari.
Peristiwa 18 September 1899 dengan terbunuhnya Controleur dan Adspirant
Belanda segera sampai kepada pejabat-pejabat Belanda di kota Kandangan.
Kemarahan pihak Belanda tidak dapat terbendung lagi. Besok harinya pada
hari Senin tanggal 19 September 1899 sekitar pukul 13.00 siang hari
pasukan Belanda datang untuk mengadakan pembalasan terhadap penduduk.
Serangan pembalasan tersebut dipimpin oleh Kiai Jamjam, dengan diperkuat
oleh 2 Kompi serdadu Belanda bersenjata lengkap. Penduduk desa
Hantarukung telah menyadari pula peristiwa yang akan terjadi.
Beratus-ratus penduduk di bawah pimpinan Bukhari, Santar dan Pengerak
Yuya siap dengan senjata mereka di pinggiran hutan dan keliling danau
menanti kedatangan pasukan Belanda. Ketika sampai di desa Hantarukung di
suatu persawahan, melihat keadaan sepi, Kapten Belanda melepaskan
tembakan peringatan agar penduduk menyerah. Pada waktu itulah Bukhari
bersama-sama Haji Matamin dan Landuk tampil dengan senjata terhunus maju
menyerbu musuh sambil mengucapkan Allahu Akbar berulang-ulang.
Pertempuran tidak seimbang terjadi, rakyat dengan senjata tradisional
melawan pasukan Belanda yang bersenjata api. Namun semangat Bukhari dan
rakyat setempat menyala-nyala, sehingga pasukan Belanda sempat kerepotan
menghadapi serbuan rakyat. Dalam pertempuran tersebut. Bukhari, Haji
Matamin dan Landuk dan Pengerak Yuya gugur di tembus peluru Belanda.
Dalam peristiwa 2 hari di Hantarukung tersebut telah terbunuh di pihak
Belanda adalah Controleur Domes, Adspirant Wehonleschen dan seorang
pembantunya.
Peristiwa ini berlanjut dengan terjadinya pembersihan secara kejam
oleh Belanda terhadap penduduk yang terlibat terutama penduduk di desa
Hantarukung, Hamparaya, Ulin, Wasah Hilir dan Simpur. Penangkapan segera
dijalankan oleh militer Belanda. Mereka yang ditangkapi tersebut
berjumlah 23 orang yakni : Hala, Hair, Bain, Idir, Sahintul, H. Sanadin,
Fakih, Unin, Mayasin, Atma, Alas, Tanang, Tasin, Bulat, Sudin, Matasin,
Yasin, Usin, Sahinin, Unan, Saal, Lasan dan Atmin. Selanjutnya yang
mati di dalam penjara adalah : Hala, Hair, Bain, dan Idir. Sedangkan
yang mati digantung adalah : Sahitul, H. Sanaddin, Fakih, Unin, Mayasin,
Atma, Alas, Tanang dan Tasin. Mereka yang dibuang keluar daerah adalah:
Bulat, Suddin, Matasin, Yasin, Sahinin, Unan, Saal, Lasan, Atnin, dan
Santar. Jenazah Bukhari, Landuk dan Matamin dimakamkan di Kampung
Perincahan, Kecamatan Kandangan, Hulu Sungai Selatan yang dikenal dengan
makam Tumpang Talu. Sedangkan sembilan orang dihukum gantung oleh
Belanda tersebut dimakamkan di kuburan Bawah Tandui di Kampung
Hantarukung di Kecamatan Simpur, Hulu Sungai Selatan.
Sumber : http://banuahujungtanah.wordpress.com/2010/12/31/hamuk-hantarukung