Pages

Labels

Diberdayakan oleh Blogger.

Categories

Rabu, 03 Desember 2014

Sebuah Cerpen - Pertemuan Singkat



Bulan nampak cerah kala beberapa saat sebelum fajar. Terasa dingin di badan oleh hembusan angin subuh yang deras dan hilang dengan seketika cepatnya. Ku langkahkan kaki menginjak tanah pagi ini, aku biarkan kaki ini melangkah dengan perlahan untuk menuju sebuah mesjid yang berada di sebelah jalan menanjak itu. Iya, aku berada di sebuah desa yang letaknya berada di derah pegunungan. Perlahan namun pasti aku berjalan, terdengar dengan lirih suara adzan dari mesjid yang ingin aku tuju.
            Nampak ku lihat seorang perempuan dengan kerudung hitam dengan baju yang berwarna hijau lengan panjang dan celana rok cokelat yang menutup seluruh tubuh kecuali jari-jari tangan dan wajahnya yang berjalan di depanku untuk menuju ke dalam mesjid. Tertegun aku melihat dirinya yang berjalan dengan anggunnya. “Subhanallah..cantik sekali perempuan ini, siapakah gerangan namanya?”  ku bertanya dalam hati kecilku, penasaran yang berbekas di hatiku tak akan hilang begitu saja sampai aku mengetahui siapakah perempuan yang ku lihat ini.
            Seorang kaum dimesjidpun sudah menyerukan iqamah untuk segera berlangsungnya shalat berjama’ah di mesjid itu. Tanpa banyak pikir aku langsung mengambil air wudhu dan segera masuk ke dalam mesjid.
            Sholat shubuhpun selesai. Kulanjutkan untuk membaca surah yasin dengan do’a walau hanya sekali. Setelah itu, aku langsung keluar untuk bergegas pulang karena aku merasa masih banyak pekerjaan rumah yang masih tertinggalkan. Namun aneh tapi nyata, ku lihat perempuan tadi berdiri di depanku saat aku memasang sendal jepit yang ku pakai setiap ke mesjid, ku lihat dia berdiri tepat di depan mataku, seakan menungguku keluar dari dalam mesjid.
Dia menyapaku “Udah selesai baca yasinnya?” aku terkejut, akupun menjawab sapaannya itu dengan nada grogi dan gugup“ Ii iya.. udah”  seketika aku malu, ternyata dia bukan menyapaku, tetapi menyapa ayahnya yang berdiri di belakangku yang juga baru keluar dari dalam mesjid. Barulah dia menatapku dengan tersenyum, seperti mengejekku yang malu setengah mati di depannya.
Hari ini memang akhir pekan, aku sengaja mengerjakan pekerjaanku di rumah sambil membantu meringankan beban orang tuaku yang bisa dikatakan sudah tua, namun belum lanjut usia. Ku cuci pakaian sambil menunggu ayah dan ibuku pergi berbelanja di pasar terdekat, yang dari sepulang shalat subuh sampai sekarang masih juga belum datang. Selesai mencuci pakaian kotorku, aku pergi ke halaman samping rumahku untuk menjemur baju yang basah. Saat aku letakkan kemeja di tali yang menggantung, tanpa sengaja aku melihat perempuan yang aku jumpai subuh tadi datang kerumahku, dia membawa beberapa potong kue bolu gulung yang membuat aku meneguk liurku.
“Mas, ibunya ada?” dia bertanya padaku dan terciptalah sebuah perbincangan kecil.
“Maaf, mba. Ibu lagi pergi ke pasar. Ada apa ya?”
“ini, mas. Aku bawain sedikit bolu gulung sebagai tanda terima kasih keluarga aku.”
Aku heran kenapa dia berterima kasih. “loh? Kok mba yang terimakasih? Padahalkan mba yang ngasih bolu ini?”
“begini, mas. Ibu sama Ayah mas kemarin udah bantuin keluarga aku beres-beres sekaligus menata rumah yang baru kami tempatin.”

Aku pun menerima bolu gulung yang nampaknya sangat lezat itu, kebetulan aku masih belum sarapan. Selesai aku menjemur baju aku buka toples yang berisi 5 potong bolu gulung. Sepotong ku ambil dan ku makan, rasanya sungguh enak. Aku berpikir “ini adalah bolu gulung terenak yang aku makan, karena baru pertama aku memakannya. hahaha”
Aku berpikir lagi sejenak, kenapa aku tidak menanyakan namanya? Aku hanya mengetahui kalau dia tetangga baruku. “Arghhh... Kenapa gua enggak nanya namanya? Bego bego bego !” aku bicara sendiri sambil memakan bolu itu. Dan aku berjanji pada diriku sendiri kalau nanti aku ketemu dia lagi aku akan menanyakan namanya.
Haripun sudah siang berkumandanglah azan dari mesjid, aku segera bergegas berwudhu di kamar mandi agar nanti di mesjid tidak berwudhu lagi. Selesai itu, aku memasang sarung dan memasang peci dan langsung menuju mesjid. Kembali aku bertemu dengan dia lagi. Nampak seperti biasa, dia sangat cantik bagiku. Aku terpikir dengan janjiku pagi tadi, aku menyapanya dan menanyakan langsung namanya.
“Assalamu’alaikum. Hai, mba. Nama mba siapa?”. Dia heran, tapi dia menjawab dengan tersenyum “Wa’alaikum salam. Aku Syifa.”
“Aku Randi, mba. Randi Aji Prasetya”..
“Maaf, mas. Aku nda nanya” aku sontak malu dengan diriku sendiri mendengar ucapannya. “hehehe.. aku bercanda aja, mas Randi.” lanjut dia berbicara. Aku tersenyum dengannya. Tak lama kemudian, iqamah untuk sholat zuhur sudah berkumandang. Kami pun bergegas masuk ke dalam mesjid untuk melaksanakan sholat.
Selesai sholat zuhur aku menunggu dia di samping pintu gerbang mesjid. Terpikirkan aku untuk mengajaknya makan siang bersama, kebetulan di dekat mesjid ada sebuah depot yang terkenal dengan nasi gorengnya yang enak. Dia datang dan menghampiriku yang berdiri seraya menunggunya. Aku mengajaknya “Mba. Mba syifa!”
“iya Randi, ada apa? Oh iya kamu enggak usah panggil aku mba lagi, cukup panggil Syifa aja”
“iya deh Mba. Eh, Syifa maksudnya. Aku mau ngajak mba makan siang. Di dekat sini ada depot yang jualan nasi goreng, enak lho. Bisa enggak? Tenang deh, aku yang traktir.”
“Boleh juga” dia menyetujui ajakanku. Betapa senang hatiku, aku bisa makan berdua dengan Syifa.
Kamipun makan siang di depot Mas Parto. Selesai makan siang kami memutuskan tinggal sebentar untuk berbincang-bincang. Waktu tak terasa sudah sejam kami duduk di sini. Lalu, datang seorang pria yang bisa dibilang gagah, cukup ganteng dan keren juga sih. Dia melihat kami berdua makan, dan menyapa “Assalamu’alaiku. Pantesan kamu enggak ada di rumah, Mah?”
“Iya, mas. Aku makan dulu disiini. Oh iya, ini tetangga kita. Kenalin, namanya Randi. Randi, ini mas Ilham, suami aku.”
Masya Allah.. aku terkejut, ternyata Syifa ini sudah menjadi isteri orang. Suaminya Syifa ternyata datang kerumah yang baru ditempati keluarga Syifa setelah dia menyelesaikan urusan pekerjaannya di kota. Syifa pun ke kampung sini hanya untuk sekedar liburan sambil membantu orangtuanya yang pindahan rumah. Akhirnya, aku tersadar bahwa orang yang ku kagumi semenjak shubuh tadi sudah mempunyai suami. Tapi, aku senang sempat berkenalan dan makan bersama Syifa. Walau hanya sebentar aku bertemu, aku sudah merasakan bahagia.




                                                    Created by SM

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogroll

Note by Admin :

Syukran telah berkunjung.. Salam Ukhuwah Fillah.. ^o^